MAKALAH ENZIMOLOGI
Aspirin
(Asam Asetil Salisilat)
Makalah Ini Disusun
Sebagai Tugas
Mata Kuliah Enzimologi
Disusun Oleh :
Nanda Jaga Paramudita
Mawadah Rahmah
M0412051
JURUSAN
BIOLOGI
FAKULTAS
MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS
SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR
Assalammu’alaikum Wr. Wb
Puji dan syukur
kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam proses
pembuatan makalah ini. Makalah yang berjudul “Aspirin (Asam Asetil Salisilat)”. Tujuan
khusus dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah
Enzimologi.
Dalam pembuatan
dan penyusunan makalah ini, tidak lupa saya mengucapkan banyak
terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas
makalah ini sehinggga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya
juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Artini Pangastuti, M.Si. dan Ibu Siti Lusi
Arum Sari, M.Biotech. yang telah membimbing dalam proses pembelajaran mata kuliah Enzimologi.
Saya berharap
semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat
kami harapkan agar nantinya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi.
Akhirkata saya ucapkan terima kasih.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb
Surakarta, 20 November 2014
Hormat Saya,
Nanda Jaga Paramudita M.R
NIM.
M0412051
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah
sejenis obat
turunan dari salisilat yang sering
digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik
(terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan
dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan
jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada
tahun 1918
ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.
Awal
mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates
yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan
berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam
asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang
dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam
menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman,
replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai
bagian dari pameran terbuka Deutschland,
Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").
Asetosal atau Aspirin merupakan obat Antiinflamasi
Non-Steroid (OAINS),
memiliki efek sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antiagregasi
platelet yang saat ini penggunaannya sudah digantikan oleh OAINS yang baru.
Namun sampai saat ini aspirin dengan dosis rendah merupakan antiplatelet yang
sering digunakan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner maupun pada
hipertensi berat untuk mencegah stroke. Aspirin sebagai antiplatelet
digunakan jangka panjang yang sering menimbulkan gastritis. Kondisi ini
akhirnya dapat menurunkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Frust, Ulrich,
2007).
Mekanisme kerja aspirin adalah menginhibisi enzim
siklooksigenase, baik siklooksigenase 1 maupun siklooksigenase 2. Enzim siklooksigenase
1 berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin pada jaringan
fisiologis sehingga terbentuklah prostasiklin (PGI2), prostaglandin E2 (PGE2),
dan prostaglandin F2 (PGF2). Prostasilin berfungsi menghambat sekresi asam
lambung. Prostaglanin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 (PGF2) berfungsi
merangsang sintesis mukus, sekresi bikarbonat, dan peningkatan aliran darah ke
mukosa di lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin dapat menggangu pertahanan
dan perbaikan
mukosa (Frust ,Ulrich, 2007). Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa itu
obat Aspirin atau yang biasa disebut Asam Asetil Salisilat
B.
Rumusan Masalah
a.
Apa pengertian Aspirin ?
b.
Bagaimana struktur Aspirin ?
c.
Bagaimana target obat Aspirin?
d.
Bagaimana mekanisme aksinya dari obat Aspirin?
e.
Bagaimana terjadinya resistensi?
C.
Tujuan
a.
Untuk mengetahui pengertian dari Aspirin
b.
Untuk mengetahui Struktur Aspirin
c.
Untuk mengetahui target obat Aspirin
d.
Untuk mengetahui mekanisme aksinya dari obat Aspirin
e.
Untuk mengetahui terjadinya
resistensi.
D.
Manfaat
a.
Agar dapat mengetahui
pengertian dari Obat Aspirin
b.
Agar dapat mengetahui
tujuan Struktur Aspirin
c.
Agar dapat mengetahui target obat Aspirin
d.
Agar dapat mengetahui mekanisme aksinya dari obat Aspirin
e.
Agar dapat mengetahui terjadinya
resistensi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aspirin (Asam Asetil
Salisilat)
Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non
streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid
(OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi
sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas)
dan antiinflamasi (anti radang). Obat asam asetil salisilat (aspirin)
ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan simptomatis penyakit-penyakit
rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan
kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer, 2000). Obat anti radang
bukan steroid diindikasikan pada penyakitpenyakit rematik yang disertai radang
seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan reaksi
peradangan dan meringankan nyeri (Dannhardt dan Laufer, 2000). Dibandingkan
dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat
jauh lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling banyak digunakan
dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton per tahun.
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis
obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik
(penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan
anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer. Aspirin juga
merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit
pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin dewasa ini
banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah
infark ke 2 setelah terjadinya serangan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Aspirin mengandung zat aktif berupa asam asetilsalisilat.
Oleh sebab itu, aspirin merupakan asam organik lemah yang unik diantara
obat-obat AINS dalam asetilasi (dan juga inaktivasi) siklooksigenase
ireversibel. AINS lain termasuk salisilat, semuanya penghambat siklooksigenase
reversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan
salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik, dan analgesik
(Mycek dkk., 2001). Aspirin (asam asetil salisilat) mempunyai
pKa 3,5. Asam asetilsalisilat disintesis tahun 1853, tetapi obat ini belum
digunakan sampai tahun 1899, ketika diketahui bahwa obat ini efektif pada
artritis dan dapat ditoleransi dengan baik. Nama aspirin diciptakan dari
gabungan kata bahasa Jerman untuk senyawa acetylspirsäure (spirea,
nama genus tanaman asal zat tersebut dan säure, yang dalam bahasa Jerman
berarti asam).
B.
Struktur Aspirin (Asam Asetil
Salisilat)
Obat antiradang nonsteroid (OAINS) menurut Reynolds,
(1982) dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam salisilat (asam asetil
salisilat dan diflunisal), turunan pirazolon (fenilbutazon,
oksifenbutazon, antipirin dan arninopirin), turunan paraaminofenol
(fenasetin), Indometasin (indometasin dan sulindak), turunan
asam propionat (ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen dan flurbiprofen),
turunan asam antranilat (asam flufenamat dan asam mafenamat), obat
antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu (tolmetin, piroksikam,
diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas) dan obat pirro (gout),
kolkisin, alopurinol. Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal
sebagai asetosal adalah analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang
sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
Struktur kimia dari Aspirin yaitu Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C9H8O4. Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat. Adapun struktur kimia dari aspirin adalah sebagai berikut :
Gambar Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat (
Kauffman, 2000).
C.
Target Obat Aspirin (Asam Asetil
Salisilat)
Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat
pembentukan hormon
dalam tubuh
yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase,
sejenis enzim
yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan, terhenti tak
berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut. Enzim ada dalam dua bentuk (isoform) , yaitu siklooksigenase-1
(COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan enzim
konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostonoid regulatoris pada berbagai
jaringan, terutama pada selaput lendir saluran pencernaan, ginjal, platelet dan
epitel pembuluh darah. COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi,
seperti bila ada stimulasi radang mitogenesis atau onkogenesis terbentuk
prostonoid yang merupakan mediator radang.
Prostaglandins
ialah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek pelbagai di
dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan termostat hipotalamus. Tromboksan pula
bertanggungjawab dalam pengagregatan platlet. Serangan
jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit
menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan
rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit
dianggap baik dari segi pengobatan. Namun, efeknya darah
lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa Terjadi. Oleh itu, mereka
yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak
diperbolehkan mengonsumsi aspirin.
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim
siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides.
Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit,
sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-enzim
pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara
kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada
endotel pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal
ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa
aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non fatal dan
kematian akibat penyakit vaskular pada pria dan wanita yang telah pernah
mengalami TIA atau stroke sebelumnya.
D.
Mekanisme Aksi dari Obat Aspirin (Asam
Asetil Salisilat)
1.
Farmakokinetik
Penyerapan: Tingkat penyerapan aspirin dari saluran gastrointestinal (GI) tergantung
pada ada atau tidak adanya makanan, pH lambung (ada atau tidak adanya antasida
GI), dan faktor fisiologis lainnya. Setelah penyerapan, aspirin dihidrolisis
menjadi asam salisilat dalam dinding usus dan selama metabolisme pertama-pass
dengan kadar plasma puncak asam salisilat yang terjadi dalam 1 sampai 2 jam
dari dosis.
Distribusi: Asam salisilat secara luas didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan
dalam tubuh termasuk sistem saraf pusat (SSP), ASI, dan jaringan janin.
Konsentrasi tertinggi ditemukan dalam plasma, hati, ginjal, jantung, dan
paru-paru. Protein pengikatan salisilat adalah konsentrasi tergantung, yaitu,
nonlinier. Pada konsentrasi plasma asam salisilat <100 mg / mL dan> 400
mg / mL, sekitar 90 dan 76 persen dari salisilat plasma terikat pada albumin,
masing-masing.
Metabolisme: Aspirin, yang memiliki waktu paruh sekitar 15 menit, dihidrolisis dalam
plasma asam salisilat sehingga kadar plasma aspirin mungkin tidak terdeteksi 1
sampai 2 jam setelah pemberian dosis. Asam salisilat, yang memiliki kehidupan
plasma setengah dari sekitar 6 jam, adalah terkonjugasi dalam hati untuk
membentuk asam salicyluric, glukuronat fenolik salisil, salisil asil
glukronat,asam gentisic, dan asam gentisuric. Pada konsentrasi serum yang lebih
tinggi dari asam salisilat, pembersihan total asam salisilat menurun karena
keterbatasan kemampuan hati untuk membentuk kedua asam glukuronat salicyluric
dan fenolik. Setelah dosis aspirin beracun (misalnya,> 10 gram), plasma
paruh asam salisilat dapat meningkat menjadi lebih dari 20 jam.
Eliminasi: Penghapusan asam salisilat adalah konstan dalam kaitannya dengan
konsentrasi asam salisilat plasma. Setelah dosis terapi aspirin, sekitar 75,
10, 10, dan 5 persen ditemukan diekskresikan dalam urin sebagai asam
salicyluric, asam salisilat, sebuah glukuronat fenolik asam salisilat, dan
glukuronat asil dari asam salisilat, masing-masing. Sebagai pH urin naik di
atas 6,5, pembersihan ginjal salisilat bebas meningkat dari kurang dari 5
persen menjadi lebih dari 80 persen. Alkalinisasi urin adalah konsep kunci
dalam pengelolaan overdosis salisilat. Pembukaan asam salisilat juga berkurang
pada pasien dengan gangguan ginjal.
2.
Farmakodinamik
Efektivitas aspirin terutama
disebabkan oleh kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya
menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel (prostaglandin Sintetase),
yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida pada
dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun
tromboksan A2, tetapi tidak leukotrien.
E.
Terjadinya Resistensi Terhadap Obat Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Aspirin sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang
alergi terhadap ibuprofen dan naproxen atau yang memiliki intoleransi salisilat
atau intoleransi NSAID secara umum, dan perhatian diberikan kepada pasien asma
atau bronkospasme terpresipitasi NSAID. Oleh karena pengaruhnya terhadap
lapisan lambung, pabrik meremondasikan orang-orang dengan penyakit ginjal,
ulker peptik, diabetes ringan, encok, atau gastritis mencari saran medis
sebelum menggunakannya. Bahkan walaupun tidak adanya kondisi seperti di atas,
masih didapat resiko pendarahan lambung ketika aspirin dipakai bersama alkohol
atau warfarin. Pasien dengan penyakit hemofilia ataupun kecenderungan
pendarahan lainnya sebaiknya tidak diberi aspirin atau salisilat lain. Aspirin
diketahui menyebabkan anemia hemolitik pada pasien yang memiliki penyakit
defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), khususnya dalam dosis tinggi
dan tergantung tingkatan penyakit. Aspirin sebaiknya tidak diberikan kepada
anal-anak maupun dewasa untuk mengendalikan kedinginan atau gejala-gejala
influenza karena berhubungan dengan sindroma Reye. Penggunaan selama Demam
Berdarah tidak direkomendasikan karena meingkatkan kecenderungan pendarahan.
Bagi beberapa orang, aspirin tidak memberikan efek
kuat antiplatelet, suatu efek yang dikenal sebagai resistensi aspirin atau
insensitivitas. Suatu studi mengatakan bahwa wanita lebih mudah terjangkit
resistensi daripada laki-laki dan studi lain mengatakan 28% pasien mengalami
resistensi. Studi pada 100 orang Itali menemukan bahwa dari 31% subjek yang
kelihatan resisten aspirin, hanya 5 % yang benar-benar resisten, sedangkan lainnya
tidak diketahui.
Beberapa studi telah menyarankan bahwa evaluasi resistensi aspirin secara
klinis penting. Resistensi aspirin terjadi pada 30% - 40% dari stroke atau
penyakit pembuluh darah perifer pasien dan dikaitkan dengan > Peningkatan
80% dalam risiko kejadian vaskular terulang selama 2 tahun periode follow up.
Ada sejumlah faktor ekstrinsik yang dapat meningkatkan aktivasi trombosit
sehingga memungkinkan untuk "menimpa" efek aspirin. Merokok telah
terbukti untuk menaikan efek trombosis platelet dengan cara yang tidak dapat
dihambat oleh aspirin. Non-steroid obat anti inflamasi seperti ibuprofen dan
indometasin juga dapat mengganggu dengan efek jangka panjang antiplatelet
aspirin. Peningkatan trombosit seperti yang biasa terlihat setelah operasi bypass
koroner juga dapat mengurangi respon terhadap aspirin melalui produksi sejumlah
trombosit baru.
Hal ini juga mungkin bahwa mekanisme intrinsik dalam trombosit itu sendiri
dapat menjelaskan resistensi aspirin. Trombosit masih dapat menghasilkan
tromboksan A2 meskipun mendapat terapi aspirin. Siklooksigenase-1 bertanggung
jawab untuk pembentukan tromboksan dalam trombosit dan juga terdapat dalam sel2
dalam tubuh. Siklooksigenase-2 biasanya tidak terdeteksi dalam trombosit,
tetapi mungkin ada dalam jaringan lain dalam tubuh. Aspirin menghambat
siklooksigenase-1 166 kali lebih potently dari cycloxygenase-2. Trombosit tidak
memiliki struktur inti dan ketika siklooksigenase-1 ini dihambat oleh aspirin
secara ireversibel, sintesis tromboksan akan diblokir. Bukti baru,
bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa trombosit ternyata mengandung
siklooksigenase-2 mRNA. Jadi, siklooksigenase-2 yang tidak terhalang oleh
aspirin, mungkin merupakan jalur alternatif untuk produksi tromboksan dalam
trombosit. Walaupun ahli lain juga banyak menentang.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis
obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik
(penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan
anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer. Aspirin juga
merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit
pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin dewasa ini
banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah
infark ke 2 setelah terjadinya serangan.
Struktur kimia dari Aspirin
yaitu Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C9H8O4.
Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin
adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat.
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim
siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides.
Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit,
sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi
enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen.
DAFTAR PUSTAKA
Dannhardt, G., dan Laufer, S., 2000. Structural approach to
explain the selectivity of COX-2 inhibitors: is there a common pharmacophore? Curr
Med Chem, 7, 1101–1112.
Furst,
D.E., and Ulrich, R.W., 2007. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs,
Disease-Modyfing Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, & Drugs Used In
Gout. In: Katzung, B.G., ed. Basic and Clinical Pharmacology.
10th ed. Singapore: The McGraw-Hill Company, 591-592.
Kauffman, M. H. (2000). Relational
Maintenance in Long-distance Relation. Ships: Staying Close. Faculty of the
Virginia Polytechnic Institute and State University.
Mary. J Mycek Dkk. 2001. Farmakologi
Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya Medika
Reynolds. 1982. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Texas A&M University, Brook/Cole
Engineering Division, California.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting :
Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit
PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541.