Jumat, 05 Desember 2014

Makalah Enzimologi Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

MAKALAH ENZIMOLOGI

Aspirin (Asam Asetil Salisilat)

Makalah Ini Disusun Sebagai Tugas
Mata Kuliah Enzimologi


 












Disusun Oleh :
Nanda Jaga Paramudita Mawadah Rahmah
M0412051





JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2014
KATA PENGANTAR


Assalammu’alaikum Wr. Wb

Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam proses pembuatan makalah ini. Makalah yang berjudul “Aspirin (Asam Asetil Salisilat)”. Tujuan khusus dalam pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Enzimologi.
Dalam pembuatan dan  penyusunan makalah ini, tidak lupa saya mengucapkan banyak terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas makalah ini sehinggga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Saya juga mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Artini Pangastuti, M.Si. dan Ibu Siti Lusi Arum Sari, M.Biotech. yang telah membimbing dalam proses pembelajaran mata kuliah Enzimologi.
Saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Kritik dan saran sangat kami harapkan agar nantinya dapat membuat makalah yang lebih baik lagi. Akhirkata  saya ucapkan terima kasih.
Wassalammu’alaikum Wr.Wb







Surakarta,  20  November 2014
   Hormat Saya,



Nanda Jaga Paramudita M.R
NIM. M0412051

BAB I
PENDAHULUAN


A.      Latar Belakang
Aspirin atau asam asetilsalisilat (asetosal) adalah sejenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan). Aspirin juga memiliki efek antikoagulan dan dapat digunakan dalam dosis rendah dalam tempo lama untuk mencegah serangan jantung. Kepopuleran penggunaan aspirin sebagai obat dimulai pada tahun 1918 ketika terjadi pandemik flu di berbagai wilayah dunia.
Awal mula penggunaan aspirin sebagai obat diprakarsai oleh Hippocrates yang menggunakan ekstrak tumbuhan willow untuk menyembuhkan berbagai penyakit. Kemudian senyawa ini dikembangkan oleh perusahaan Bayer menjadi senyawa asam asetilsalisilat yang dikenal saat ini. Aspirin adalah obat pertama yang dipasarkan dalam bentuk tablet. Sebelumnya, obat diperdagangkan dalam bentuk bubuk (puyer). Dalam menyambut Piala Dunia FIFA 2006 di Jerman, replika tablet aspirin raksasa dipajang di Berlin sebagai bagian dari pameran terbuka Deutschland, Land der Ideen ("Jerman, negeri berbagai ide").
Asetosal atau Aspirin merupakan obat Antiinflamasi Non-Steroid (OAINS), memiliki efek sebagai analgesik, antipiretik, antiinflamasi, dan antiagregasi platelet yang saat ini penggunaannya sudah digantikan oleh OAINS yang baru. Namun sampai saat ini aspirin dengan dosis rendah merupakan antiplatelet yang sering digunakan untuk pasien dengan penyakit jantung koroner maupun pada hipertensi berat untuk mencegah stroke. Aspirin sebagai antiplatelet digunakan jangka panjang yang sering menimbulkan gastritis. Kondisi ini akhirnya dapat menurunkan kepatuhan pasien terhadap pengobatan (Frust, Ulrich, 2007).
Mekanisme kerja aspirin adalah menginhibisi enzim siklooksigenase, baik siklooksigenase 1 maupun siklooksigenase 2. Enzim siklooksigenase 1 berfungsi mengubah asam arakidonat menjadi prostaglandin pada jaringan fisiologis sehingga terbentuklah prostasiklin (PGI2), prostaglandin E2 (PGE2), dan prostaglandin F2 (PGF2). Prostasilin berfungsi menghambat sekresi asam lambung. Prostaglanin E2 (PGE2) dan prostaglandin F2 (PGF2) berfungsi merangsang sintesis mukus, sekresi bikarbonat, dan peningkatan aliran darah ke mukosa di lambung. Inhibisi sintesis prostaglandin dapat menggangu pertahanan
dan perbaikan mukosa (Frust ,Ulrich, 2007). Dalam makalah ini akan dijelaskan tentang apa itu obat Aspirin atau yang biasa disebut Asam Asetil Salisilat
B.       Rumusan Masalah
a.       Apa pengertian Aspirin ?
b.      Bagaimana struktur Aspirin ?
c.       Bagaimana target obat Aspirin?
d.      Bagaimana mekanisme aksinya dari obat Aspirin?
e.       Bagaimana  terjadinya resistensi?

C.     Tujuan
a.       Untuk mengetahui pengertian dari Aspirin
b.      Untuk mengetahui Struktur Aspirin
c.       Untuk mengetahui target obat Aspirin
d.      Untuk mengetahui mekanisme aksinya dari obat Aspirin
e.       Untuk mengetahui terjadinya resistensi.

D.    Manfaat
a.       Agar dapat mengetahui pengertian dari Obat Aspirin
b.      Agar dapat mengetahui tujuan Struktur Aspirin
c.       Agar dapat mengetahui target obat Aspirin
d.      Agar dapat mengetahui mekanisme aksinya dari obat Aspirin
e.       Agar dapat mengetahui terjadinya resistensi.














BAB II
PEMBAHASAN


A.    Pengertian Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Obat anti radang bukan steroid atau yang lazim dinamakan non streroidal anti inflammatory drugs (NSAIDs) atau anti inflamasi non steroid (OAINS) adalah golongan obat yang bekerja terutama di perifer yang berfungsi sebagai analgesik (pereda nyeri), antipirektik (penurun panas) dan antiinflamasi (anti radang). Obat asam asetil salisilat (aspirin) ini mulai digunakan pertama kalinya untuk pengobatan simptomatis penyakit-penyakit rematik pada tahun 1899 sebagai obat anti radang bukan steroid sintetik dengan kerja antiradang yang kuat. (Dannhardt dan Laufer, 2000). Obat anti radang bukan steroid diindikasikan pada penyakitpenyakit rematik yang disertai radang seperti rheumatoid dan osteoartritis untuk menekan reaksi peradangan dan meringankan nyeri (Dannhardt dan Laufer, 2000). Dibandingkan dengan obat antiradang bukan steroid yang lain, penggunaan asam asetil salisilat jauh lebih banyak, bahkan termasuk produk farmasi yang paling banyak digunakan dalam pengobatan dengan kebutuhan dunia mencapai 36.000 ton per tahun.
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer.  Aspirin juga merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin dewasa ini banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah infark ke 2 setelah terjadinya serangan (Tjay dan Rahardja, 2002).
Aspirin mengandung zat aktif berupa asam asetilsalisilat. Oleh sebab itu, aspirin merupakan asam organik lemah yang unik diantara obat-obat AINS dalam asetilasi (dan juga inaktivasi) siklooksigenase ireversibel. AINS lain termasuk salisilat, semuanya penghambat siklooksigenase reversible. Aspirin cepat dideasetilasi oleh esterase dalam tubuh, menghasilkan salisilat, yang mempunyai efek anti-inflamasi, anti-piretik, dan analgesik (Mycek dkk., 2001). Aspirin (asam asetil salisilat) mempunyai pKa 3,5. Asam asetilsalisilat disintesis tahun 1853, tetapi obat ini belum digunakan sampai tahun 1899, ketika diketahui bahwa obat ini efektif pada artritis dan dapat ditoleransi dengan baik. Nama aspirin diciptakan dari gabungan kata bahasa Jerman untuk senyawa acetylspirsäure  (spirea, nama genus tanaman asal zat tersebut dan säure, yang dalam bahasa Jerman berarti asam).

B.     Struktur Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Obat antiradang nonsteroid (OAINS) menurut Reynolds, (1982) dibagi dalarn 8 golongan yaitu turunan asam salisilat (asam asetil salisilat dan diflunisal), turunan pirazolon (fenilbutazon, oksifenbutazon, antipirin dan arninopirin), turunan paraaminofenol (fenasetin), Indometasin (indometasin dan sulindak), turunan asam propionat (ibuprofen, naproksen, fenoprofen, ketoprofen dan flurbiprofen), turunan asam antranilat (asam flufenamat dan asam mafenamat), obat antiradang yang tidak mempunyai penggolongan tertentu (tolmetin, piroksikam, diklofenak, etodolak, nebumeton, senyawa emas) dan obat pirro (gout), kolkisin, alopurinol. Asam asetil salisilat (ASA) yang lebih dikenal sebagai asetosal adalah analgetik, antipiretik dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan dan digolongkan dalam obat bebas.
images1

Struktur kimia dari Aspirin yaitu Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C9H8O4. Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat. Adapun struktur kimia dari aspirin adalah sebagai berikut :
Gambar Struktur Aspirin atau Asam asetil salisilat ( Kauffman, 2000).

C.    Target Obat Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Menurut kajian John Vane, aspirin menghambat pembentukan hormon dalam tubuh yang dikenal sebagai prostaglandins. Siklooksigenase, sejenis enzim yang terlibat dalam pembentukan prostaglandins dan tromboksan, terhenti tak berbalik apabila aspirin mengasetil enzim tersebut. Enzim ada dalam dua bentuk (isoform) , yaitu siklooksigenase-1 (COX-1) dan siklooksigenase-2 (COX-2). COX-1 merupakan enzim konstitutif yang mengkatalisis pembentukan prostonoid regulatoris pada berbagai jaringan, terutama pada selaput lendir saluran pencernaan, ginjal, platelet dan epitel pembuluh darah. COX-2 tidak konstitutif tetapi dapat diinduksi, seperti bila ada stimulasi radang mitogenesis atau onkogenesis terbentuk prostonoid yang merupakan mediator radang.
Prostaglandins ialah hormon yang dihasilkan di dalam tubuh dan mempunyai efek pelbagai di dalam tubuh termasuk proses penghantaran rangsangan sakit ke otak dan pemodulatan termostat hipotalamus. Tromboksan pula bertanggungjawab dalam pengagregatan platlet. Serangan jantung disebabkan oleh penggumpalan darah dan rangsangan sakit menuju ke otak. Oleh itu, pengurangan gumpalan darah dan rangsangan sakit ini disebabkan konsumsi aspirin pada kadar yang sedikit dianggap baik dari segi pengobatan. Namun, efeknya darah lambat membeku menyebabkan pendarahan berlebihan bisa Terjadi. Oleh itu, mereka yang akan menjalani pembedahan atau mempunyai masalah pendarahan tidak diperbolehkan mengonsumsi aspirin.
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen. Penghambatan inilah yang mempakan cara kerja aspirin dalam pencegahan stroke dan TIA (Transient Ischemic Attack). Pada endotel pembuluh darah, aspirin juga menghambat pembentukan prostasiklin. Hal ini membantu mengurangi agregasi trombosit pada pembuluh darah yang rusak.
Penelitian akhir-akhir ini menunjukkan bahwa aspirin dapat menurunkan resiko terjadinya stroke, infark jantung non fatal dan kematian akibat penyakit vaskular pada pria dan wanita yang telah pernah mengalami TIA atau stroke sebelumnya.

D.    Mekanisme Aksi dari Obat Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
1.      Farmakokinetik
Penyerapan: Tingkat penyerapan aspirin dari saluran gastrointestinal (GI) tergantung pada ada atau tidak adanya makanan, pH lambung (ada atau tidak adanya antasida GI), dan faktor fisiologis lainnya. Setelah penyerapan, aspirin dihidrolisis menjadi asam salisilat dalam dinding usus dan selama metabolisme pertama-pass dengan kadar plasma puncak asam salisilat yang terjadi dalam 1 sampai 2 jam dari dosis.
Distribusi: Asam salisilat secara luas didistribusikan ke seluruh jaringan dan cairan dalam tubuh termasuk sistem saraf pusat (SSP), ASI, dan jaringan janin. Konsentrasi tertinggi ditemukan dalam plasma, hati, ginjal, jantung, dan paru-paru. Protein pengikatan salisilat adalah konsentrasi tergantung, yaitu, nonlinier. Pada konsentrasi plasma asam salisilat <100 mg / mL dan> 400 mg / mL, sekitar 90 dan 76 persen dari salisilat plasma terikat pada albumin, masing-masing.
Metabolisme: Aspirin, yang memiliki waktu paruh sekitar 15 menit, dihidrolisis dalam plasma asam salisilat sehingga kadar plasma aspirin mungkin tidak terdeteksi 1 sampai 2 jam setelah pemberian dosis. Asam salisilat, yang memiliki kehidupan plasma setengah dari sekitar 6 jam, adalah terkonjugasi dalam hati untuk membentuk asam salicyluric, glukuronat fenolik salisil, salisil asil glukronat,asam gentisic, dan asam gentisuric. Pada konsentrasi serum yang lebih tinggi dari asam salisilat, pembersihan total asam salisilat menurun karena keterbatasan kemampuan hati untuk membentuk kedua asam glukuronat salicyluric dan fenolik. Setelah dosis aspirin beracun (misalnya,> 10 gram), plasma paruh asam salisilat dapat meningkat menjadi lebih dari 20 jam.
Eliminasi: Penghapusan asam salisilat adalah konstan dalam kaitannya dengan konsentrasi asam salisilat plasma. Setelah dosis terapi aspirin, sekitar 75, 10, 10, dan 5 persen ditemukan diekskresikan dalam urin sebagai asam salicyluric, asam salisilat, sebuah glukuronat fenolik asam salisilat, dan glukuronat asil dari asam salisilat, masing-masing. Sebagai pH urin naik di atas 6,5, pembersihan ginjal salisilat bebas meningkat dari kurang dari 5 persen menjadi lebih dari 80 persen. Alkalinisasi urin adalah konsep kunci dalam pengelolaan overdosis salisilat. Pembukaan asam salisilat juga berkurang pada pasien dengan gangguan ginjal.
2.      Farmakodinamik
Efektivitas aspirin terutama disebabkan oleh kemampuannya menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel (prostaglandin Sintetase), yang mengkatalisis perubahan asam arakidonat menjadi senyawa endoperoksida pada dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, tetapi tidak leukotrien.

E.     Terjadinya Resistensi Terhadap Obat Aspirin (Asam Asetil Salisilat)
Aspirin sebaiknya tidak diberikan pada pasien yang alergi terhadap ibuprofen dan naproxen atau yang memiliki intoleransi salisilat atau intoleransi NSAID secara umum, dan perhatian diberikan kepada pasien asma atau bronkospasme terpresipitasi NSAID. Oleh karena pengaruhnya terhadap lapisan lambung, pabrik meremondasikan orang-orang dengan penyakit ginjal, ulker peptik, diabetes ringan, encok, atau gastritis mencari saran medis sebelum menggunakannya. Bahkan walaupun tidak adanya kondisi seperti di atas, masih didapat resiko pendarahan lambung ketika aspirin dipakai bersama alkohol atau warfarin. Pasien dengan penyakit hemofilia ataupun kecenderungan pendarahan lainnya sebaiknya tidak diberi aspirin atau salisilat lain. Aspirin diketahui menyebabkan anemia hemolitik pada pasien yang memiliki penyakit defisiensi glukosa-6-fosfat dehidrogenase (G6PD), khususnya dalam dosis tinggi dan tergantung tingkatan penyakit. Aspirin sebaiknya tidak diberikan kepada anal-anak maupun dewasa untuk mengendalikan kedinginan atau gejala-gejala influenza karena berhubungan dengan sindroma Reye. Penggunaan selama Demam Berdarah tidak direkomendasikan karena meingkatkan kecenderungan pendarahan.
Bagi beberapa orang, aspirin tidak memberikan efek kuat antiplatelet, suatu efek yang dikenal sebagai resistensi aspirin atau insensitivitas. Suatu studi mengatakan bahwa wanita lebih mudah terjangkit resistensi daripada laki-laki dan studi lain mengatakan 28% pasien mengalami resistensi. Studi pada 100 orang Itali menemukan bahwa dari 31% subjek yang kelihatan resisten aspirin, hanya 5 % yang benar-benar resisten, sedangkan lainnya tidak diketahui.
Beberapa studi telah menyarankan bahwa evaluasi resistensi aspirin secara klinis penting. Resistensi aspirin terjadi pada 30% - 40% dari stroke atau penyakit pembuluh darah perifer pasien dan dikaitkan dengan > Peningkatan 80% dalam risiko kejadian vaskular terulang selama 2 tahun periode follow up. Ada sejumlah faktor ekstrinsik yang dapat meningkatkan aktivasi trombosit sehingga memungkinkan untuk "menimpa" efek aspirin. Merokok telah terbukti untuk menaikan efek trombosis platelet dengan cara yang tidak dapat dihambat oleh aspirin. Non-steroid obat anti inflamasi seperti ibuprofen dan indometasin juga dapat mengganggu dengan efek jangka panjang antiplatelet aspirin. Peningkatan trombosit seperti yang biasa terlihat setelah operasi bypass koroner juga dapat mengurangi respon terhadap aspirin melalui produksi sejumlah trombosit baru. 
Hal ini juga mungkin bahwa mekanisme intrinsik dalam trombosit itu sendiri dapat menjelaskan resistensi aspirin. Trombosit masih dapat menghasilkan tromboksan A2 meskipun mendapat terapi aspirin. Siklooksigenase-1 bertanggung jawab untuk pembentukan tromboksan dalam trombosit dan juga terdapat dalam sel2 dalam tubuh.  Siklooksigenase-2 biasanya tidak terdeteksi dalam trombosit, tetapi mungkin ada dalam jaringan lain dalam tubuh.  Aspirin menghambat siklooksigenase-1 166 kali lebih potently dari cycloxygenase-2. Trombosit tidak memiliki struktur inti dan ketika siklooksigenase-1 ini dihambat oleh aspirin secara ireversibel, sintesis tromboksan akan diblokir. Bukti baru, bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa trombosit ternyata mengandung siklooksigenase-2 mRNA. Jadi, siklooksigenase-2 yang tidak terhalang oleh aspirin, mungkin merupakan jalur alternatif untuk produksi tromboksan dalam trombosit. Walaupun ahli lain juga banyak menentang. 


















BAB III
PENUTUP


A.    Kesimpulan
Aspirin (Asetosal) adalah nama dagang untuk jenis obat turunan dari salisilat yang sering digunakan sebagai senyawa analgesik (penahan rasa sakit atau nyeri minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi (peradangan) yang dikeluarkan oleh Bayer.  Aspirin juga merupakan obat antidemam kuat dan mempunyai efek menghambat agregasi trombosit pada dosis rendah (40 mg) sehingga selain sebagai analgesik aspirin dewasa ini banyak digunakan sebagai alternatif dari antikoagulansia sebagai pencegah infark ke 2 setelah terjadinya serangan.
Struktur kimia dari Aspirin yaitu Aspirin mengandung gugus fungsi asam karboksilat, dengan rumus molekul C9H8O4. Nama IUPAC dari aspirin adalah asam 2-asetilbenzoat. Nama generik aspirin adalah asetosal. Nama kimia dari aspirin adalah asam asetilsalisilat.
Aspirin bekerja mengasetilasi enzim siklooksigenase dan menghambat pembentukan enzim cyclic endoperoxides. Aspirin juga menghambat sintesa tromboksan A-2 (TXA-2) di dalarn trombosit, sehingga akhirnya menghambat agregasi trombosit. Aspirin menginaktivasi enzim-enzim pada trombosit tersebut secara permanen.













DAFTAR PUSTAKA

Dannhardt, G., dan Laufer, S., 2000. Structural approach to explain the selectivity of COX-2 inhibitors: is there a common pharmacophore? Curr Med Chem, 7, 1101–1112.
Furst, D.E., and Ulrich, R.W., 2007. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs, Disease-Modyfing Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, & Drugs Used In Gout. In: Katzung, B.G., ed. Basic and Clinical Pharmacology. 10th ed. Singapore: The McGraw-Hill Company, 591-592.
Kauffman, M. H. (2000). Relational Maintenance in Long-distance Relation. Ships: Staying Close. Faculty of the Virginia Polytechnic Institute and State University.
Mary. J Mycek Dkk. 2001. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi II. Jakarta: Widya Medika
Reynolds. 1982. Unit Operation and Processes in Environmental Engineering, Texas A&M University, Brook/Cole Engineering Division, California.
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media Komputindo. Halaman 540-541.


1 komentar:

  1. kak yang kebutuhan aspirin dunia itu sumbernya dr mna ya kak lg butuh bgt

    BalasHapus